Sebelum program kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional bergulir, saya pernah menghitung jumlah rumah sakit yang telah menerapkan SIMRS. Sumber data yang digunakan adalah basis data registrasi rumah sakit yang dikelola oleh Bagian Program dan Evaluasi Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes. Pada tahun 2013, baru sekitar 740 rumah sakit yang telah menggunakan SIMRS, atau sekitar 30%. Kini (2017), jumlah rumah sakit yang menerapkan SIMRS sudah meningkat dua kali lipat, pada angka 1423 dari total 2734 di Indonesia . Meskipun secara proporsi menjadi lebih besar, yaitu 52%,namun secara jumlah ternyata masih banyak RS yang belum menggunakan SIMRS.
Peningkatan jumlah RS yang menggunakan SIMRS sangat terkait dengan kemajuan penerapan program JKN. Saat ini, peserta BPJS Kesehatan masih di kisaran angka 180an juta (atau pada kisaran 70-an %). RS yang menjadi mitra BPJS Kesehatan saat ini berjumlah 2033 (sekitar 75% dari seluruh rumah sakit). Memiliki SIMRS merupakan salah satu syarat agar RS dapat diterima sebagai mitra BPJS Kesehatan. Jika dibandingkan dengan angka dari Ditjen Pelayanan Kesehatan, terdapat gap sekitar 600. Pada Sistem Nasional Akreditasi Rumah Sakit yang mulai diberlakukan tahun 2018, keberadaan SIMRS juga menjadi salah satu ukuran. Pertanyaan besarnya adalah, kalau kita akan menerka seberapa jauh adopsi SIMRS di Indonesia, angka mana yang akan digunakan dari ketiga opsi di bawah ini:
- RS yang sudah bermitra dengan BPJS Kesehatan
- Basis data registrasi online RS di Ditjen Yankes
- Data RS terakreditasi menggunakan SNARS dari KARS
Jika hasilnya memang berbeda-beda, itulah Indonesia.